Jakarta, inewsindonesia.com - Kehadiran Presiden Prabowo Subianto dalam parade militer memperingati 80 tahun kemenangan China di Beijing, Rabu (3/9), mendapat sorotan besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Sejumlah pakar menilai kehadiran Prabowo mempertegas posisi Indonesia sebagai negara yang stabil dan diperhitungkan dunia.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, membenarkan bahwa kehadiran Presiden Prabowo merupakan undangan langsung dari Presiden Xi Jinping.
"Ini bukan sekadar urusan protokol, melainkan sebuah kehormatan diplomatik yang langka,” tegasnya.
Pengamat hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja, menilai kehadiran Prabowo menunjukkan Indonesia sebagai middle power yang ingin mendengar langsung posisi negara-negara besar di tengah dinamika global yang tegang.
“Harapan saya, Presiden menindaklanjuti dengan menjaga situasi global tetap tenang dan tidak terprovokasi dengan retorika keras,” ujarnya.
Nada senada disampaikan Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira. Menurutnya, China memiliki posisi penting dalam perekonomian Indonesia. Karena itu, kehadiran Presiden Prabowo merupakan langkah strategis.
“Ya ini karena posisi China sebagai investor dan juga mitra dagang sangat signifikan. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas kerja sama, mulai dari tenaga kerja hingga investasi hilirisasi,” jelas Bhima.
Bhima menambahkan, Presiden Prabowo dapat mendorong agar kerja sama Indonesia-China tidak hanya berhenti pada pembangunan smelter, tetapi juga berkembang ke sektor menengah dan manufaktur, termasuk kendaraan listrik.
"Sehingga hubungan kerja sama benar-benar win-win dan memberi nilai tambah bagi Indonesia,” katanya.
Pengamat kebijakan publik dan akademisi senior Universitas Trisakti, Dr. Trubus Rahardiansah, menilai keputusan Presiden Prabowo berangkat ke Beijing di tengah situasi nasional justru menegaskan kapasitas kepemimpinan beliau.
“Undangan Xi Jinping ini bukan hal biasa. Dari sisi Indonesia, langkah ini menegaskan bahwa kita adalah pemain aktif dalam diplomasi global,” ujarnya.
Trubus menekankan bahwa Prabowo tidak gegabah. Keputusan berangkat diambil setelah memastikan kondisi dalam negeri terkendali, dialog dengan tokoh agama digelar, serta aspirasi rakyat didengar.
"Prinsip ini sejalan dengan konsep stabilitas menurut Huntington, bahwa stabilitas bukan ketiadaan konflik, melainkan kemampuan negara merespons dinamika sosial secara cepat,” jelasnya.
Lebih jauh, Trubus menilai posisi duduk sejajar dengan Xi Jinping dan Vladimir Putin dalam parade bukan sekadar tata tempat, melainkan simbol pengakuan global atas Indonesia.
“Bahkan, hanya Presiden Indonesia yang mendapat pertemuan bilateral khusus dengan Xi. Itu privilege diplomatik yang jarang diberikan,” tegasnya.
Dengan kerangka two-level game theory (Putnam), lanjut Trubus, pesan yang dikirimkan ada dua. Pertama, ke dalam negeri: Indonesia mampu menjaga stabilitas. Kedua, ke luar negeri: Indonesia adalah aktor penting yang tak bisa diabaikan.
“Legitimasi domestik dan legitimasi internasional bertemu di sini. Di dalam negeri, aspirasi rakyat diakomodasi dan stabilitas terjaga. Di luar negeri, Indonesia tampil setara dan dihormati,” pungkas Trubus.
Kehadiran Presiden Prabowo di Beijing menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia bukan negara rapuh sebagaimana dipropagandakan pihak tertentu. Justru sebaliknya, Indonesia menunjukkan diri sebagai bangsa yang stabil, terbuka, dan dihormati di kancah global. Rill/Red
0Komentar